Jumat, Oktober 14

Pintu Gerbang Kedewasaan


Kita adalah para suami. 'Qowwam' rumah tangga yang akan mempengaruhi arah biduk, suasana berlayar, hingga pulau tujuannya. Kitalah pemimpin, sang pengambil keputusan yang akan memilihkan manis pahit kehidupan untuk para makmum; isteri dan anak-anak kita. Sungguh, ia bukanlah sebuah jabatan dan peran yang ringan.

Dan karena pilihan apapun yang kita putuskan akan menjadi pilihan dan keputusan keluarga, kita harus hati-hati. Sebab selain hak untuk memutuskan, yang seringkali tampak menyenangkan, ada pula kewajiban berupa tanggung jawab yang sangat tidak gampang. Baik secara duniawi maupun ukhrawi. Namun kita memilihnya. Memasuki kehidupan berumah tangga yang salah satu tujuannya adalah menjadi kawah candradimuka pendewasaan kita. Kita tidak bisa lagi mundur seperti para pengecut yang kekanak-kanakan dan tidak pernah dewasa. Selalu menghindari tanggung jawab dan lari dari ujian bernama masalah-masalah rumah tangga.

Berapa banyak lelaki tua yang terlambat menjadi dewasa? Bersembunyi di balik gurta-gurat garis usia yang tidak lagi muda, namun hanya mau enak sendiri, sebab tidak pernah mau mengambil tanggung jawab pernikahan. Mungkin, sebanyak itu pula anak-anak muda yang tidak berani menjadi dewasa dan selalu menghindar dari memasuki pintu gerbangnya; pernikahan, tanpa alasan yang jelas, atau jelas-jelas tanpa alasan. Kita berbeda, karena kita tahu bahwa menjadi dewasa adalah pilihan, sedang menjadi tua adalah keniscayaan. 

Menjadi dewasa adalah pilihan paling cerdas dalam menjalani takdir kita sebagai suami dan ayah. Sebuah penghayatan peran yang menuntut perenungan mendalam agar kita bisa melihat semua permasalahan dengan jernih sebagaimana mestinya. Untuk kemudian bertindak secara tepat setiap menghadapi masalah yang ada. Kita sadar bahwa peran ini adalah sebuah proses menulis kisah bersama, dan bukan kisah diri kita sendiri. Kisah indah yang akan dikenang sejarah sebab ia meninggalkan jejak-jejaknya. Yang karenanya usia kita menjadi bermakna dan tidak sia-sia.

Cita-cita pernikahan yang sangat tinggi dan mulia; sakinah; mawaddah; wa rahmah, haruslah diwujudkan semampu mungkin, sebab tidak ada pilihan lagi bagi dua sejoli yang mengikat janji suci pernikahan. Seberat apapun bebannya, dan sesulit apapun masalahnya. Sebab ikatan suci ini adalah pertaruhan, sekaligus pembuktian. Dari kesadaran peran dan tujuan inilah akan lahir hak dan kewajiban bagi masing-masing suami isteri. Bahwa dari pembagian tugas inilah kita akan berubah, insyaallah, menjadi manusia yang berbeda jika dibandingkan dengan hari-hari yang lalu dengan status yang berbeda. Kesadaran yang juga akan, insyaallah, menuntut hati kita melawan keinginan menjadi pengecut; hanya menuntut hak namun mengabaikan kewajiban, hanya minta dilayani namun tidak pernah mau mengerti, atau hanya mau meminta tanpa mau memberi. 

Peran baru ini juag akan mengajarkan kita bagaimana mencintai mereka; isteri dan anak-anak karen Allah. Ia adalah energi agar kita bisa belajar menerima kelebihan beserta kekurangan yang ada dengan lapang dada, juga memberi empati dan kata maaf yang melimpah. Sebab kita adalah manusia biasa yang pasti pernah dan akan berbuat salah dan lupa. Menyimpan empati dan kata maaf di gudang simpanan hanya akan mengeraskan hati dan menyulitkan kita menemukan kelebihan-kelebihan isteri dan anak-anak.

Maka, konflik dan masalah yang ada sebenarnya adalah sarana menjadikan kita dewasa. Ia juga sarana bagi kita untuk mensyukuri peran baru sekaligus beradaptasi dengannya. Maka, setiap kali ia muncul, ia menghajatkan ketepatan tindakan agar memberi hasil maksimal. Tentu saja bukan tindakan gegabah dan emosional yang hanya akan merugikan diri sendiri, bahkan orang-orang yang kita cintai!. Kita telah memilih, maka kita harus bertanggung jawab.

Untuk itu kita harus mendekat kepada Allah, sebab hanya dia yang mampu menolong dan memberi jalan. Sehingga, dalam keterbatasan dan serba kekurangan, kita bisa menjadi hamba-hamba pilihan. Sebab, inilah jalan yang harus kita lalui, sedang ia adalah proses panjang dan bukan sesuatu yang instan. 

Semoga Allah memudahkan langkah-langkah kita. Wallahu a'lam.

Disadur dari
 : Majalah Islam Ar- Risalah


EmoticonEmoticon

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...