Selasa, Oktober 18

Pengertian Thoriqot



  • THORIQOT
    Tarekat berasal dari bahasa Arab thariqah, jamaknya tharaiq, yang berarti: (1) jalan atau petunjuk jalan atau cara, (2) Metode, system (al-uslub), (3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab), (4) keadaan (al-halah), (5) tiang tempat berteduh, tongkat, payung (‘amud al-mizalah).

    Sedangkan menurut istilah, Tarekat berasal dari kata Ath-Thariq (jalan) menuju kepada
    Hakikat atau dengan kata lain pengalaman Syari'at, yang disebut "Al-
    Jaraa" atau "Al-Amal", sehingga Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdiy
    mengemukakan tiga macam definisi, yang berturut-turut disebutkan:

    1) Tarekat adalah pengamalan syari'at, melaksanakan beban ibadah
    (dengan tekun) dan menjauhkan (diri) dari (sikap) mempermudah
    (ibadah), yang sebenarnya memang tidak boleh dipermudah.

    2) Tarekat adalah menjauhi larangan dan melakukan perintah Tuhan
    sesuai dengan kesanggupannya; baik larangan dan perintah yang nyata,
    maupun yang tidak (batin).

    3) Tarekat adalah meninggalkan yang haram dan makruh, memperhatikan
    hal-hal mubah (yang sifatnya mengandung) fadhilat, menunaikan hal-hal
    yang diwajibkan dan yang disunatkan, sesuai dengan kesanggupan
    (pelaksanaan) di bawah bimbingan seorang Arif (Syekh) dari (Shufi)
    yang mencita-citakan suatu tujuan.

    Menurut L. Massignon, yang pernah mengadakan penelitian terhadap
    kehidupan Tasawuf di beberapa negara Islam, menarik suatu kesimpulan
    bahwa istilah Tarekat mempunyai dua macam pengertian.

    a) Tarekat yang diartikan sebagai pendidikan kerohanian yang sering
    dilakukan oleh orang-orang yang menempuh kehidupan Tasawuf, untuk
    mencapai suatu tingkatan kerohanian yang disebut "Al-Maqamaat"
    dan "Al-Ahwaal".

    b) Tarekat yang diartikan sebagai perkumpulan yang didirikan menurut
    ajaran yang telah dibuat seorang Syekh yang menganut suatu aliran
    Tarekat tertentu.
    Maka dalam perkumpulan itulah seorang Syekh mengajarkan Ilmu Tasawuf
    menurut aliran Tarekat yang dianutnya, lalu diamalkan bersama dengan
    murid-muridnya.

    Dari pengertian diatas, maka Tarekat itu dapat dilihat dari dua sisi;
    yaitu amaliyah dan perkumpulan (organisasi). Sisi amaliyah merupakan
    latihan kejiwaan (kerohanian); baik yang dilakukan oleh seorang,
    maupun secara bersama-sama, dengan melalui aturan-aturan tertentu
    untuk mencapai suatu tingkatan kerohanian yang disebut "Al-Maqaamaat"
    dan "Al-Akhwaal", meskipun kedua istilah ini ada segi prbedaannya.
    Latihan kerohanian itu, sering juga disebut "Suluk", maka pengertian
    Tarekat dan Suluk adalah sama, bila dilihat dari sisi amalannya
    (prakteknya). Tetapi kalau dilihat dari sisi organisasinya
    (perkumpulannya), tentu saja pengertian Tarekat dan Suluk
    tidak sama.

    Menurut Al-Jurjani ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali (740-816 M), tarekat ialah metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah Ta’ala melalui tahapan-tahapan/maqamat.
    Dengan demikian tarekat memiliki dua pengertian, pertama ia berarti metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhan. Kedua, tarekat sebagai persaudaraan kaum sufi (sufi brotherhood) yang ditandai dengan adannya lembaga formal seperti zawiyah, ribath, atau khanaqah.
    Bila ditinjau dari sisi lain tarekat itu mempunyai tiga sistem, yaitu: sistem kerahasiaan, sistem kekerabatan (persaudaraan) dan sistem hirarki seperti khalifah tawajjuh atau khalifah suluk, syekh atau mursyid, wali atau qutub. Kedudukan guru tarekat diperkokoh dengan ajaran wasilah dan silsilah. Keyakinan berwasilah dengan guru dipererat dengan kepercayaan karamah, barakah atau syafa’ah atau limpahan pertolongan dari guru.
    Pengertian diatas menunjukkan Tarekat sebagai cabang atau aliran dalam paham tasawuf. Pengertian itu dapat ditemukan pada al-Thariqah al-Mu'tabarah al-Ahadiyyah, Tarekat Qadiriyah, Tarekat Naksibandiyah, Tarekat Rifa'iah, Tarekat Samaniyah dll. Untuk di Indonesia ada juga yang menggunakan kata tarekat sebagai sebutan atau nama paham mistik yang dianutnya, dan tidak ada hubungannya secara langsung dengan paham tasawuf yang semula atau dengan tarekat besar dan kenamaan. Misalnya Tarekat Sulaiman Gayam (Bogor), Tarekat Khalawatiah Yusuf (Suawesi Selatan) boleh dikatakan hanya meminjam sebutannya saja.
    Thoriqoh atau tarekat adalah suatu ilmu untuk mengetahui hal ihwal nafsu dan sifat-sifatnya yang ada pada diri manusia, mana yang tercela kemudian di jauhi dan ditinggalkan, dan mana yang terpuji kemudian diamalkan.

    Tarekat ini sendiri tergolong menjadi dua golongan, yaitu tarekat muktabaroh dan tarekat yang tidak muktabaroh.
    Tarekat muktabaroh adalah aliran tarekat yang memiliki sanad yang muttashil (bersambung) sampai kepada Rosuluwllah Saw. Sedang beliau sendiri menerimanya dari malaikat jibril dan malaikat jibril dari Aowllah SWT.
    Sedangkan tarekat yang tidak muktabaroh adalah aliran tarekat yang tidak memiliki sanad dan tidak muttashil sampi kepada Rosuluwllah. Tetapi pada pelaksanaan dan prakteknya sama.
    Tariqah Pada Bahasa
    Kalimah Thariq berasal dari kekata “tharaqa” yang bererti
    memukul/memanjangkan, menyisir, mengetuk, melalui,
    mengucapkan, serta datang di malam hari. Thariq bererti tempat
    berlalu yang luas dan panjang, melebihi luas jalan. Ia juga bererti
    jalan yang ditempuh oleh kelompok sufi, dijamakkan menjadi
    thuruq.
    Erti Thariq sama dengan tariqah yang bererti jalan, haluan
    atau mazhab. Tariqah juga mempunyai erti yang menunjuk pada
    segolongan orang-orang yang dipandang mulia. Iaitu orang-orang
    yang dihormati dan diikuti oleh masyarakat kerana keluhuran
    jiwanya. Pada masyarakat Arab biasanya digunakan kata-kata
    ‘tariqah al-qaum’ yang bererti suri tauladan dan pilihan mereka
    iaitu orang-orang yang dijadikan oleh sesuatu masyarakat sebagai
    ikutan. Maka masyarakat tersebut mengikuti jalan mereka.
    Tariqah Pada Istilah
    Dalam Ilmu Tasawuf, Tariqah merupakan satu jalan atau
    kaedah yang ditempuh menuju keridhaan Allah swt dengan
    amaliah zahir dan bathin sepertimana yang terkandung dalam
    keluasan Ilmu Tasawuf. Adapun ikhtiar menempuh jalan itu lebih
    dikenali dengan istilah Suluk. Sedangkan orang bersuluk itu pula
    dipanggil Salik.
    Dalam keterangan yang lain, dapat difahami bahwa tariqah
    itu adalah jalan atau petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadah
    sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dan
    dikerjakan oleh para sahabat Nabi Muhammad saw, Tabi’in, Tab’i

    Tabi’in turun temurun sehingga sampai kepada para ulama dan
    guru-guru. Guru-Guru yang memberikan petunjuk dan bimbingan
    ini dinamakan Mursyid. Mursyid peranannya membimbing dan
    mengajar muridnya setelah memperolehi ijazah dari gurunya pula
    sebagai tersebut dalam silsilahnya. Dengan demikian ahli
    Tasawuf berkeyakinan bahwa hukum-hakam serta peraturan-
    peraturan dalam ilmu Syariah dapat dilaksanakan dengan sebaik-
    baik perlaksanaan melalui jalan Tariqah.
    PENGGUNAAN KATA “TARIQAH” DALAM AL-QURAN
    Di dalam Al-Quranul Karim, perkataan Tariqah digunakan
    sebanyak 9 kali di dalam 5 surah. Pengertian tariqah di dalam Al-
    Quran mempunyai beberapa pengertian. Antaranya ialah:-
    1. Surah An-Nisa’ : 168
    ‘Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan
    kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa)
    mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada
    mereka.’
    2. Surah An-Nisa’ : 169
    ‘Melainkan jalan ke Neraka Jahannam; mereka kekal di
    dalamnya selama-lamanya. Dan yang demikian itu adalah
    mudah bagi Allah.’
    3. Surah Thoha : 63
    ‘Mereka berkata : Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-
    benar ahli sihir yang hendak mengusir kamu dari negeri kamu
    dengan sihirnya dan hendak melenyapkan kedudukan kamu
    yang utama.’
    4. Surah Thoha : 77
    ‘Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa:
    Pergilah kamu dengan hambaKu (Bani Israil) di malam hari,
    maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu,
    kamu tidak usah khuatir akan tersusul dan tidak usah takut
    (akan tenggelam).’
    5. Surah Thoha : 104
    ‘Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan ketika
    berkata orang yang paling lurus jalannya di antara mereka:
    Kamu tidak berdiam (di dunia) melainkan hanyalah sehari
    sahaja.’
    6. Surah Al-Ahqaf : 30
    ‘Mereka berkata : Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah
    mendengarkan kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan
    sesudah Musa yang membenarkan kitab - kitab yang sebelumnya
    lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang
    lurus.’
    7. Surah Al-Mukminin : 17
    ‘Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu
    tujuh buah jalan (tujuh buah langit) dan Kami tidaklah
    lengah terhadap ciptaan (Kami).’
    8. Surah Al-Jinn : 11
    ‘Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang
    soleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian
    halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeza-beza.’
    9. Surah Al-Jinn : 16
    ‘Dan bahawasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas
    jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi
    minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak).’
    Jika diperhatikan 3 bentuk kekata tharaqa digunakan di
    dalam Al-Quran. Bentuk tersebut adalah:
    1) Thariq – Jalan yang ditetapkan atau jalan yang dilalui oleh
    manusia
    2) Thariqah – Keutamaan atau kebenaran
    3) Tharaiq – Berbentuk jamak dari perkataan thariq dan
    thariqah. Mempunyai dua makna iaitu :
    О Jalan yang nampak
    О Aliran atau keadaan

    ASAL USUL TARIQAH
    Nabi Muhammad saw sebagai guru pertama umat Islam telah
    membuka jalan (tariqah) yang pertama dan telah menyem-
    purnakan tablighnya (penyampaiannya). Maka dengan ini tariqah
    kaum muslimin keseluruhannya berpokok pangkal dari tariqah
    Nabi Muhammad saw. Segala amal ibadah yang kita lakukan atau
    tariqah yang kita amalkan adalah petunjuk yang kita terima dari
    guru-guru kita. Mereka sebelumnya menerima dari para ulama.
    Para ulama sebelumnya menerima dari para Tabi’ Tabi’in. Mereka
    pula telah menerima dari para tabi’in yang telah menerima dari
    sahabat yang langsung menerima dari Rasulullah saw. Rasulullah
    saw telah menerima segala ajaran pula dari Jibril as dan Jibril pula
    menerimanya dari Allah swt.
    Perlaksanaan sunnah Nabi Muhammad saw yang terkandung
    dalam Ilmu Fiqeh harus dilaksanakan melalui tariqah. Tidak
    mencukupi hanya dari keterangan hadis–hadis Nabi Muhammad
    sawsahaja tanpa ada sahabat yang melihat cara perlaksanaan Nabi
    saw dalam sesuatu ibadah. Kemudian mereka pula menceritakan
    kembali caranya kepada murid-muridnya iaitu para tabi’in dan
    seterusnya. Apabila seseorang mempelajari ilmu Fiqehsebenarnya
    ia sudah melakukan satu tariqah.
    Apabila seorang guru mengajarkan ilmu sembahyang
    misalnya, ia pasti mengajar, membimbing dan menunjukkan cara
    perlaksanaan yang betul, dengan niat yang sah, segala rukun
    sembahyang sehingga dapat sembahyang itu akhirnya
    dilaksanakan dengan sempurna. Semua bimbingan gurunya itu
    dinamakan tariqah. Maka apabila perlaksanaan ibadah itu
    meninggalkan kesan pada jiwanya dan dikerjakan secara
    maksimal, maka ia akan menjadi Haqiqah, sedangkan hasilnya,
    sebagai tujuan terakhir daripada semua perlaksanaan ibadah itu
    ialah mengenal Tuhan sebaik-baiknya, atau dalam istilah Tasawuf
    disebut mencapai Makrifatullah.
    Syariah dan Tariqah adalah tidak lain daripada mewujudkan
    perlaksanaan ibadah dan amal, sedangkan Haqiqah itu
    memperlihatkan ahwal dan rahsia tujuannya.
    Dalam Ilmu Tasawuf penjelasan ini disebut: Syariah itu
    merupakan peraturan. Tariqah itu merupakan perlaksanaan.
    Haqiqah itu merupakan keadaan dan Makrifah itu adalah tujuan
    yang terakhir iaitu mengenal Allah swt.
    Imam As-Syeikh An-Naqsyabandi mengatakan:
    “Syariah itu segala apa yang diwajibkan, dan Haqiqah itu segala
    apa yang diketahui. Syariah itu tidak boleh terlepas dari Haqiqah dan
    Haqiqah pula itu tidak boleh terlepas dari Syariah.”
    Imam Malik pula berkata:
    “Barangsiapa mempelajari Fiqeh sahaja dengan tidak mempelajari
    Tasawuf, maka ia fasik. Barangsiapa mempelajari Tasawuf sahaja
    dengan tidak mengenal Fiqeh, maka dia itu zindiq. Barangsiapa
    mempelajari serta mengamalkan kedua-duanya itu, maka dia itulah
    Mutahaqqiq, iaitu ahli Haqiqah yang sebenarnya.”
    PANDANGAN PARA ULAMA MENGENAI TARIQAH
    Disini kami sertakan beberapa pengertian Tariqah yang diusulkan
    oleh para ulama.
    Syekh Ahmad Khatib bin Abdul Latiff di dalam kitabnya
    Al-Ayatul Baiyinat :
    “Jalan kepada Allah dengan mengamalkan ilmu Tauhid, Fiqh dan
    Tasawuf”.
    Tuan Hj Abdullah Ujong Rimba di dalam kitabnya Ilmu
    Thariqat dan Hakikat:
    “Cara atau kaifiat mengerjakan sesuatu amalan untuk mencapai
    sesuatu tujuan’.
    Dr Ahmad Tafsir di dalam artikelnya bertajuk Tarekat dan
    Hubungannya Dengan Tasawuf mengatakan :
    “Sufi-sufi besar seperti Al-Junaid, Al-Qusyairi, dan Al-Ghazali telah
    merintis jalan-jalan yang berisi kaedah-kaedah dalam usaha mereka
    masing-masing mendekatkan diri kepada Allah s.w.t. Kaedah-kaedah
    itu…disebut maqamat, yang jumlah dan urutannya berbeda antara sufi
    yang satu dengan sufi yang lain. Jalan itu sendiri oleh kaum sufi di
    sebut Tariqah.”

    SEJARAH TARIQAH
    Islam merupakan agama lengkap yang menjangkau segala aspek
    hidup, sama ada dalam menyediakan keperluan rohani dan
    jasmani manusia. Tujuan hidup manusia sesuai dengan fungsinya
    sebagai khalifah Allah swt di muka bumi ini adalah untuk
    mencurahkan pengabdian yang sepenuhnya kepada Allah swt.
    Amanah dan risalah agama tauhid telah berkembang turun
    temurun sejak Nabi Adam sehingga ke junjungan kita Nabi
    Muhammad saw. Rasulullah saw telah mempamerkan qudwa
    yang baik menerusi ibadahnya, musyahadahnya, muraqabahnya
    dan segala tindak tanduknya. Ini jelas dapat dilihat dalam sejarah
    kehidupan Nabi Muhammad saw apabila diteliti.
    Rasulullah saw telah membawa Islam ke suatu tahap yang
    sempurna dan menerapkan ajaran dasar iaitu tauhid ke dalam
    setiap manusia yang mengesakan Allah swt. Diikuti pula dengan
    perlaksanaan penghambaan melalui peraturan-peraturan agama
    dan syariat yang tercangkup dalam rukun Islam. Melalui contoh
    hidup beliau, Rasulullah saw menjadi petunjuk terbaik dalam
    perlaksanaan ajaran-ajaran tuhan yang diwahyukan itu.
    Contoh kezuhudan Rasulullah saw adalah satu tarikan pula
    buat sebahagian besar para sahabat terutama Sayyidina Abu
    Bakar ra, Sayyidina Omar ra, Sayyidina Uthman ra, Sayyidina Ali
    ra, Abu Zar Al-Ghiffari ra, Abu Hurairah ra dan ramai lagi untuk
    mengikuti.
    Para sahabat dan mereka yang mengikut ajaran Rasulullah
    saw telah memperjuangkan Islam secara zahir dan batin. Semasa
    pemerintahan Khulafa’ Ar-Rashidin, Islam telah tersebar luas
    sehingga ke Mesir, Palestine, Syria, Iraq, Parsi, Byzantium dan
    juga ke setiap pelusuk negara yang lain.
    Setelah berlalu zaman Khulafa’ Ar-Rashidin dan kerajaan Bani
    Umaiyyah, hampir semua para Khalifah yang menduduki takhta
    telah meninggalkan kezuhudan dan kehidupan sederhana.
    Mereka telah terpesona dengan kehidupan mewah dan kekuasaan
    sehingga mereka berani melakukan perbuatan-perbuatan yang
    tidak mengikut sunnah dan ajaran-ajaran Nabi Muhammad saw.
    Perubahan sosio ekonomik dan politik pada zaman
    pemerintahan Bani Umaiyyah adalah titik tolak pelancaran suatu
    aliran zuhud dan mengutamakan pembinaan rohani dalam Islam.
    Sebenarnya aliran itu, tidak berniat untuk mengemukakan sesuatu
    yang baru atau di luar lingkungan agama Islam. Mereka
    sebenarnya rasa terharu dengan perpecahan umat yang berlaku
    ketika itu dan merindukan suasana kehidupan yang murni seperti
    di zaman Rasulullah saw.
    Maka pada kebelakangan era pemerintahan Bani Umaiyyah,
    para zuhud tampil kehadapan terutama di Basrah dan Kufah.
    Disanalah Hassan Al-Basri dikenali sebagai penggerak Sufi yang
    terulung. Masa pemerintahan Abasiyyah pula bangkitlah
    golongan-golongan Sufi yang menggerakkan konsep-konsep
    kerohanian. Pada zaman inilah sempadan Sufi mula melebar dari
    perlakuan zuhud ke peringkat ma’rifat ke lebih dalam. Ahli
    sejarah menetapkan Sheikh Ma’ruf Al-Karkhi sebagai ulama Sufi
    yang mengemukan aliran ini. Konsep Sufi ini diteruskan oleh
    mereka seperti Abu Sulaiman Ad-Darani dan Zunnun Al-Masri
    dan yang lainnya.
    Kemunculan Imam Al-Ghazali pula menguatkan dan
    mendokong usaha pemikir-pemikir Sufi. Beliau bertang-
    gungjawab menerapkan ilmu Tasauf dalam pemikiran dasar ilmu
    Tafsir dan seterusnya menguatkan pengamalannya dalam Tariqah.
    Tren yang berdasar luas dalam pergerakkan Tariqah di masa
    pemerintahan Bani Abassiyah telah menarik ramai pengikut
    yang mempunyai latar belakang yang berbeza. Kemudian
    perkembangan Tariqah begitu cepat sekali. Di masa Al-Ghazali,
    Tariqah mencapai ekspresi yang lebih sistematik sebagai alat
    penyampaian Sufi. Dua faktor bertanggungjawab mempelopori
    fenomena itu adalah Sheikh Tariqah dan para pengikutnya
    sehinggalah Tariqah itu tersebar luas dan diamalkan di setiap
    pelusuk bumi sehingga ke hari ini.
    TUJUAN DAN POKOK TARIQAH
    Tariqah sebagai organisasi para salik dan sufi, pada dasarnya
    memiliki tujuan yang satu, iaitu Taqarrub (mendekatkan diri)
    kepada Allah swt. Akan tetapi sebagai organisasi, para salik yang
    kebanyakan diikuti masyarakat awam merupakan para
    Mubtadi’in, maka dalam tariqah terdapat tujuan-tujuan yang lain
    yang diharapkan dapat mendukung tercapainya tujuan pertama
    dan utama tersebut. Sehingga secara garis besar, dalam Tariqah
    terdapat tiga tujuan yang masing-masing melahirkan tatacara dan
    jenis-jenis amalan kesufian. Ketiga tujuan pokok tersebut adalah:

    1. Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa)
    Ia merupakan satu proses penyucian jiwa yang akan
    menghasilkan ketenteraman, ketenangan dan rasa dekat
    dengan Allah swt dengan menyucikan hati dari segala
    kekotoran dan penyakit hati atau penyakit jiwa. Tujuan ini
    merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh seorang salik atau
    ahli tariqah. Bahkan dalam tradisi tariqah, Tazkiyatun Nafs
    ini dianggap sebagai tujuan pokok. Dengan bersihnya jiwa
    dari berbagai macam penyakit, akan secara langsung
    menjadikan seseorang dekat kepada Allah swt.
    Zikrullah (Mengingati Dan Menyebut Allah)
    Adapun jalan atau cara menjalani proses Tazkiyatun Nafs
    ini adalah dengan Zikrullah (mengingat Allah). Zikrullah
    merupakan amalan khas yang mesti ada dalam setiap Tariqah.
    Yang dimaksudkan dengan Zikir dalam sesuatu tariqah
    adalah mengingati Allah swt dan menyebut nama Allah swt,
    baik secara Jahar (lisan) atau secara Sirr (rahsia). Di dalam
    Tariqah, zikrullah diyakini sebagai cara yang paling efektif
    untuk membersihkan jiwa dari segala macam kekotoran dan
    penyakit-penyakitnya sehingga hampir semua tariqah
    menggunakan cara ini.
    Selain zikrullah, Tazkiyatun Nafs ini juga diperolehi dengan:
    О Mengamalkan Syariat
    О Melaksanakan amalan-amalan sunnah
    О Berperilaku zuhud dan wara’
    2. Taqarrub (Mendekatkan Diri Kepada Allah swt)
    Taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah swt merupakan
    antara tujuan utama para sufi dan ahli tariqah. Ini diupayakan
    dengan beberapa cara yang tersendiri. Cara-cara tersebut
    dilaksanakan di samping perlaksanaan dan upaya mengingat
    Allah (zikir) secara terus-menerus, sehingga sampai tidak
    sedetik pun seorang salik itu lupa kepada Allah swt. Antara
    cara yang biasanya dilakukan oleh para pengikut tariqah
    untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan lebih berkesan
    ialah :

    Tawassul & Wasilah
    Tawassul dan Wasilah dalam upaya mendekatkan diri
    kepada Allah yang biasa dilakukan di dalam tariqah adalah
    suatu cara (wasilah) agar pendekatan diri kepada Allah swt
    dapat dilakukan dengan mudah dan ringan. Di antara bentuk-
    bentuk Tawassul yang biasa dilakukan adalah meng-
    hadiahkan bacaan Al-Fatihah kepada Syeikh yang memiliki
    silsilah tariqah yang diikutinya sejak Nabi Muhammad saw
    sampai kepada mursyid yang mengajar zikir kepadanya.
    Muraqabah (Pengawasan)
    Muraqabah ialah duduk bertafakkur atau mengheningkan
    perbuatan dengan penuh kesungguhan hati, dengan seolah-
    olah berhadapan dengan Allah swt. Meyakinkan diri bahawa
    Allah swt senantiasa mengawasi dan memerhatikannya.
    Sehingga dengan latihan Muraqabah ini, seorang salik akan
    memiliki nilai Ihsan yang baik, dan akan dapat merasakan
    kehadiran Allah swt di mana sahaja dan pada setiap masa.
    Khalwat & Uzlah (Mengasingkan Diri)
    Khalwat atau uzlah adalah mengasingkan diri dari hiruk
    pikuk urusan duniawi. Sebahagian tariqah tidak mengajarkan
    Khalwat ini dalam keadaan fizikal, kerana mengikut golongan
    ini khalwat cukup dilakukan menerusi kehadiran hati
    (Khalwat Qalb). Sedangkan sebahagian tariqah yang lain,
    mengajarkan Khalwat atau Uzlah secara fizikal, sebagai
    pengajaran untuk membawa penuntutnya dapat melakukan
    Khalwat Qalb. Ajaran tentang khalwat ini dilaksanakan
    dengan mengambil iktibar dari amalan Rasulullah saw pada
    menjelang masa pengangkatan kenabiannya. Dalam
    perlaksanaan Khalwat ini diisi dengan berbagai Mujahadah
    demi mendekatkan diri kepada Allah swt. Dalam tradisi
    sebahagian tariqah di rantau Nusantara ini, Khalwat ini lebih
    dikenali dengan Suluk.
    3. Tujuan-Tujuan Lain
    Tariqah sebagai kumpulan yang menghimpunkan para calon
    sufi atau Salik, yang kebanyakannya terdiri dari masyarakat
    awam dan kedudukan mereka itu berperingkat Mubtadi’in
    (permulaan), maka dalam tariqah terdapat amalan-amalan
    yang menyesuaikan kepada keadaan masyarakat awam.
    Amalan-amalan tersebut bertujuan mengharapkan sesuatu
    imbalan ataupun pertolongan dalam melaksanakan tujuan
    pengamalan tersebut. Kadang kalanya amalan-amalan inilah
    yang biasanya memenuhi masa ruang para Salik. Di antara
    amalan-amalan tersebut ialah :

    Wirid
    Wirid adalah suatu amalan yang harus dilaksanakan secara
    istiqamah (berterusan), pada waktu-waktu yang khusus
    seperti setiap selesai mengerjakan sembahyang atau pada
    waktu-waktu tertentu yang lain. Wirid ini biasanya berupa
    potongan-potongan ayat, selawat atau pun nama-nama Allah.
    Perbezaannya dengan zikir adalah kalau zikir itu
    diijazahkan oleh seorang Mursyid dalam proses Bai’ah atau
    Talqin atau Hirqah. Sedangkan wirid tidak semestinya harus
    diijazahkan oleh seorang Mursyid dan tidak diberikan dalam
    suatu proses perjanjian (bai’ah). Sedangkan dari sudut tujuan
    juga memiliki perbezaan antara keduanya. Zikir hanya
    dilakukan satu-satunya untuk mendekatkan diri kepada Allah
    swt, sedangkan wirid biasa dikerjakan untuk kepentingan-
    kepentingan tertentu yang lain, umpama memohon
    keberkahan rezeki, pertolongan dan sebagainya.
    Ratib
    Ratib adalah amalan yang harus diwiridkan oleh para
    pengamalnya. Tetapi Ratib ini merupakan kumpulan dari
    beberapa potongan ayat atau surah-surah pendek yang
    digabungkan dengan bacaan-bacaan lain seperti Istighfar,
    Tasbih, Selawat, Asmaul Husna, Kalimah Thayyibah dalam
    suatu jumlah yang telah ditentukan dalam pengamalan yang
    khusus.
    Ratib ini biasanya disusun oleh seorang mursyid besar
    dan diberikan secara ijazah kepada para muridnya. Ratib ini
    juga biasa diamalkan oleh seorang dengan tujuan untuk
    meningkatkan kekuatan rohani dan merupakan wasilah
    (perantaraan) dalam doa untuk kepentingan hajat-hajat yang
    khusus.
    Hizib
    Hizib pula adalah suatu doa yang panjang, dengan
    susunan perkataan dan bahasa yang indah disusun oleh
    seorang sufi besar. Hizib ini biasanya merupakan doa
    pelindung bagi seorang sufi yang juga diberikan kepada
    muridnya secara ijazah. Hizib diyakini oleh kebanyakan
    masyarakat Islam sebagai amalan yang dimiliki daya yang
    sangat besar terutama jika diperhadapkan dengan ilmu-ilmu
    ghaib dan kesaktian.

    MANAQIB
    Manaqib sebenarnya adalah biografi seorang sufi besar
    atau wali Allah seperti As-Syeikh Abdul Qadir Jailani dan
    Syeikh Bahauddin An-Naqsyabandi. Diyakini oleh para
    pengamal tariqah sebagai mempunyai suatu kekuatan rohani
    dan barakah. Bacaan manaqib ini seringkali dijadikan sebagai
    amalan, terutama untuk mengingati sejarah dan perjuangan
    para waliyullah dan untuk tujuan terkabulnya segala hajat-
    hajat yang baik dan khusus.
    Secara rumusan, pokok dari semua Tariqah itu ada lima :
    Pertama – Mempelajari ilmu pengetahuan yang bersangkut
    paut dengan perlaksanaan segala perintah-perintah syara’.
    Kedua – Mendampingi guru-guru dan teman setariqah untuk
    melihat bagaimana cara melakukan sesuatu ibadah.
    Ketiga – Meninggalkan segala Rukhsah dan Ta’wil untuk
    menjaga dan memelihara kesempurnaan amal.
    Keempat – Menjaga dan mempergunakan waktu serta
    mengisikannya dengan segala wirid dan doa guna kekhusyukan
    dan kehadiran jiwa.
    Kelima – Mengekang diri, jangan sampai keluar melakukan
    hawa nafsu dan supaya diri itu terjaga daripada kesalahan.

    INTISARI DALAM TARIQAH
    1. Guru atau Mursyid
    Syeikh atau guru mempunyai kedudukan yang penting dalam
    Tariqah. Ia juga sering dikenali dengan panggilan Mursyid (yang
    memberi petunjuk). Seorang guru tidak sahaja merupakan seorang
    pemimpin yang mengawasi murid-muridnya dalam kehidupan
    zahir dan pergaulan sehari-hari, agar tidak menyimpang daripada
    ajaran-ajaran Islam dan terjerumus kepada perbuatan maksiat,
    berbuat dosa besar atau kecil, yang segera harus ditegurinya.
    Akan tetapi peranannya juga lebih dari itu, adalah sebagai
    pemimpin kerohanian yang tinggi sekali kedudukannya dalam
    Tariqah. Ia merupakan perantaraan dalam ibadah antara murid
    dan Tuhannya. Ini dikaitkan dengan peranan Rasulullah saw
    didalam membimbing para sahabat menuju kepada penghambaan
    kepada Allah.
    Seorang syeikh dalam Tariqah membimbing muridnya dengan
    memberikan pengajaran zikrullah melalui proses Bai’ah (perjanjian).
    Dan kedudukan syeikh itu haruslah bersilsilah dengan para gurunya
    pula di mana dia memperolehi ajaran Tariqah tersebut.
    Oleh kerana itu jabatan ini tidaklah dapat dipangku oleh or-
    ang sembarangan walaupun ia mempunyai pengetahuan yang
    lengkap tentang Tariqah. Di samping menerima ijazah dari guru
    sebelumnya sebagai penerus pemimpin tariqah, seorang syeikh itu
    haruslah mempunyai kebersihan rohani dan kehidupan bathin
    yang murni. Berbagai-bagai jolokan nama yang tinggi diberikan
    kepadanya menurut kedudukannya. Antaranya:
    a. Mursyid : Orang yang memberikan petunjuk (Irsyad)Sheikh Nama yang sering dikaitkan sebagai guru, ketua atau pemimpin
    b. Murabbi : Orang yang mengajarkan ilmu pendidikan (tarbiah) Maulana Gelaran ‘tuan’ guru yang sudah mencapai darjat tinggi
    c. Mua’allim : Guru yang memberikan ilmu Mudarris Pengajar atau pengurus satu pengajian
    d. Muaddib : Guru yang mengajar adab atau tatasusila.Manusia dipanggil ‘adib’ dalam hubungan dengan Khaliq (Penciptanya)
    e. Ustaz : Gelaran biasa bagi seorang guru. Ia lazim sekali digunakan dalam rantau sebelah sini, terutama di Singapura, Malaysia dan Brunei. Tetapi di Indone-
    sia sering ustaz itu dipanggil kiyai.
    f. Nussak : Orang yang mengerjakan segala amal dan perintah agama
    g. Ubbad : Orang yang ahli dan ikhlas mengerjakan segala ibadah
    h. Imam : Pemimpin bukan sahaja dalam soal ibadah, bahkan juga dalam sesuatu aliran keyakinan
    i. Sadah : Bererti Penghulu. Gelaran ini juga kadangkala diberikan kepada seorang guru sebagai penghormatan atau orang yang dihormati dandiberi kuasa yang penuh.

    2. Murid atau Salik
    Pengikut sesuatu tariqah itu dinamakan murid, iaitu orang
    yang menghendaki pengetahuan dalam segala amal ibadahnya.
    Murid itu terdiri dari lelaki dan perempuan, tua mahupun muda.
    Dalam tariqah, seorang murid itu tidak hanya berkewajipan
    mempelajari segala sesuatu yang diajarkan atau melakukan segala
    sesuatu yang dilatihkan guru kepadanya yang merupakan pokok
    asal dari ajaran-ajaran sesuatu Tariqah. Bahkan ia harus patuh
    dan beradab kepada syeikhnya, dirinya sendiri mahupun terhadap
    saudara-saudaranya setariqah serta orang Islam yang lain. Segala
    sesuatu yang bertalian dengan itu, diperhatikan dengan sungguh-
    sungguh oleh Mursyid sesuatu tariqah, kerana kepada
    keperibadian murid-muridnya itulah bergantung yang terutama
    berhasil atau tidak perjalanan suluk tariqah yang ditempuhnya.
    Pelajaran-pelajaran kesufian dan latihan-latihan tariqah itu akan
    kurang faedahnya, jika ianya tidak meninggalkan perubahan budi
    pekerti dan peningkatan amaliah murid-murid itu.

    3. Talqin dan Bai’ah
    Talqin dalam istilah Tasawuf adalah pengajaran dan
    peringatan yang diberikan oleh seorang Mursyid kepada muridnya
    yang hendak mempelajari beramal mengikut perjalanan
    tariqahnya. Manakala Bai’ah pula bererti perjanjian (‘ahad)
    kesanggupan kesetiaan seorang murid di hadapan gurunya untuk
    mengamal dan mengerjakan segala amalan dan kebajikan yang
    diperintahkan oleh gurunya.
    Talqin dan bai’ah dalam perlaksanaan adalah sesuatu yang
    asas dan menjadi pokok pengamalan dalam tariqah. Seorang
    murid sebelum mengamal, terlebih dahulu harus mendapatkan
    Bai’ah dan berjanji dengan gurunya dengan penuh kesetiaan.
    Dengan menjalani proses perjanjian ini, ia akan dapat
    memberi kesan yang mendalam kepada orang yang menerima
    pengajaran itu dan dapat menguatkan tali ikatan perguruan dan
    persaudaraan kukuh yang tidak akan putus antara seorang murid
    dan gurunya juga meninggalkan pengertian yang sangat mendalam
    dan cara-cara serta adab yang akan ditinggalkan dalam ingatan
    kedua belah pihak.
    Kebiasaannya, seorang Syeikh atau Mursyid akan
    memberikan pengajaran Zikrullah kepada muridnya sebagai
    amalan pokok dalam tariqah. Zikrullah yang diajarkan berupa
    kalimah Tauhid ‘La Ilaha Illallah’ diajarkan kepada murid dengan
    cara pengamalan yang khusus, terutama melafazkan kalimah ini
    dengan lafaz yang bersuara dan juga di dalam hati.
    Inilah cara yang pernah dipelajari dan diambil oleh Sayidina
    Abu Bakar As Siddiq ra dan Sayidina Ali Bin Abi Thalib ra
    daripada Rasulullah saw sehingga melaksanakan zikir dengan
    kalimah ini dapat meresap teguh sampai ke dalam hati. Terdapat
    banyak hadis yang menerangkan peristiwa Nabi Muhammad saw
    mengambil ‘ahad (perjanjian) pada waktu membai’atkan para
    sahabatnya, secara perseorangan dan berjamaah.
    Diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tabrani dari Syaddad Bin Aus
    bahawa Rasulullah saw pernah mentalkin sahabat-sahabat beliau
    secara berjamaah dan perseorangan. Pada suatu hari ketika kami berada
    dekat Nabi saw dan beliau bersabda, “Adakah di antara kamu orang
    asing?” (yakni Ahli kitab). Maka saya menjawab: ‘Tidak ada’. Lalu
    Rasulullah saw berkata, “Angkatlah tanganmu dan ucapkanlah La
    Ilaha Illallah”. Lantas beliau menyambung, “Segala puji bagi Allah
    wahai Tuhanku, Engkau telah mengutus aku dengan kalimah ini dan
    Engkau menjadikan dengan ucapannya kurnia syurga kepadaku dan
    bahawa Engkau tidak sekali-kali memungkiri janji”. Kemudian beliau
    bertanya: “Ketahuilah, gembiralah. Sesungguhnya Allah swt telah
    mengampuni kamu sekelian.”
    Terdapat juga sesetengah kumpulan tariqah yang menjalankan
    proses perjanjian dan talqin dengan cara yang berlainan iaitu
    dengan Wasiat, Ijazah dan Khirqah.
    Ijazah dan Wasiatmerupakan kekuasaan seorang guru dalam
    bentuk surat keterangan yang memberi kekuasaan kepada seorang
    murid untuk mengamalkan sesuatu atau selanjutnya mengajarkan
    pengamalan tariqah itu kepada orang lain.
    Manakala Khirqah pula berupa sepotong kain atau pakaian
    yang pada kebiasaannya dari bekas pakaian seorang guru yang
    diberikan kepada murid atau memakainya sebagai mengikat ikatan
    perguruan dalam pengamalan tariqah. Ini akan menghasilkan
    keberkahan dan dianggap suci dan menjadi kenang-kenangan bagi
    seorang murid.

    4. Silsilah
    Silsilah bagi seorang Syeikh atau Mursyid merupakan sesuatu
    yang penting untuk mengajar dan memimpin sesuatu tariqah.
    Mereka yang menggabung diri kepada sesuatu tariqah, hendaklah
    mengetahui benar-benar nisbah atau hubungan guru-gurunya yang
    sambung-menyambung antara satu sama lain sampai kepada Nabi
    Muhammad saw. Ini dianggap perlu dan sesuatu yang darurat
    kerana ia memberikan petunjuk kepada seorang murid. Bantuan
    kerohanian yang diambil guru-gurunya itu harus benar, dan jika
    tidak berhubungan sampai kepada Nabi Muhammad saw, maka
    bantuan itu dianggap terputus dan tidak merupakan warisan
    daripada Nabi saw. Seorang murid dalam tariqah hanya membuat
    perjanjian dengan gurunya dan tidak menerima Bai’ah, Talqin,
    Ijazah, Wasiat atau Khirqah tanda kesanggupan dan kesetiaan,
    kecuali kepada Mursyid yang mempunyai silsilah yang baik dan
    benar.
    Silsilah itu merupakan hubungan nama-nama yang panjang
    yang satu bertalian dengan yang lain, dari kedudukan Mursyid
    hingga kepada Rasulullah saw. Barangsiapa yang tidak ada
    hubungan dengan Nabi sawia dianggap terputus limpahan cahaya
    dan tidak menjadi waris Rasulullah saw. Orang yang demikian
    tidak dibolehkan mengambil Bai’ah daripadanya dan ia tidak boleh
    memberi atau diberi Ijazah. Barangsiapa yang mengamalkan
    tariqah tetapi tidak mengenal nenek moyangnya (silsilah) dari
    para Masyaikh, ia ditolak dan tidak diakui.
    Setiap orang yang tidak mempunyai syeikh (Mursyid) yang
    memberi bimbingan kepada jalan keluar dari sifat sifat tercela,
    maka dia dianggap maksiat kepada Allah dan RasulNya kerana
    dia tidak dapat petunjuk mengenai jalan mengubatinya.
    Walaupun ia mengamalkan segala perkara yang bersifat aktif
    ataupun menghafal seribu buku tidaklah bermanfaat dengan tidak
    berguru atau mempunyai Syeikh.

    TARIQAH-TARIQAH YANG MU’TABARAH (YANGDIAKUI KEBENARANNYA)

    Tariqah sebagaimana telah diakui dalam Ilmu Tasawuf sebagai
    jalan yang memberi petunjuk dan membawa seseorang itu kepada
    Tuhannya dengan pengabdian sebenarnya. Justru demikian, jalan
    untuk menyampaikan kepada maksud dan tujuan itu terbentang
    luas dan banyak sekali. Kepelbagaian tariqah yang wujud dan
    bermacam jenis, warna dan caranya tetap kembali yang matlamat
    yang satu iaitu Taqarrub kepada Allah swt dan akhirnya mancapai
    Makrifatullah.
    Tariqah-tariqah sejak awal kewujudannya telah berkembang
    pesat dan diamalkan sehingga ke hari ini. Bilangannya banyak
    sekali. Ada tariqah-tariqah yang merupakan tariqah asas yang
    dibentuk oleh ahli-ahli Tasawuf, dan ada juga tariqah-tariqah yang
    merupakan perpecahan daripada tariqah asas, telah dipengaruhi
    oleh pendapat para masyaikh tariqah asas, telah dipengaruhi oleh
    pendapat para masyaikh tariqah yang mengamalkannya di
    belakangnya atau oleh keadaan setempat, keadaan bangsa yang
    menganut tariqah-tariqah itu. Banyak diantara perpecahan tariqah-
    tariqah itu disusun atau diberi istilah-istilah yang sesuai dengan
    tempat perkembangannya.
    Dr Syeikh H.Jalaluddin, seorang pakar ilmu Tasawuf dan
    seorang ahli tariqah,telah banyak menulis tentang perkembangan
    tariqah-tariqah, antara lain tariqah-tariqah yang telah diakui
    kesahihannya. Beliau menerangkan tariqah-tariqah tersebut ialah:-
    1 Tariqah Qadiriyah
    2 Tariqah Naqsyabandiyyah
    3 Tariqah Syaziliyyah
    4 Tariqah Ahmadiyyah
    5 Tariqah Rifaiyyah
    6 Tariqah Dasukiyyah
    7 Tariqah Akbariyyah
    8 Tariqah Maulawiyyah
    9 Tariqah Qurabiyyah
    10 Tariqah Suhrawardiyyah
    11 Tariqah Khalwatiyyah
    12 Tariqah Jalutiyyah
    13 Tariqah Bakdasiyyah
    14 Tariqah Ghazaliyyah
    15 Tariqah Rumiyyah
    16 Tariqah Jastiyyah
    17 Tariqah Sya’baniyyah
    18 Tariqah Kaisaniyya
    19 Tariqah Hamzawiyyah
    20 Tariqah Sya’baniyya
    21 Tariqah ‘Alawiyyah
    22 Tariqah ‘Usyaqiyyah
    23 Tariqah ‘Umariyyah
    24 Tariqah ‘Uthmaniyyah
    25 Tariqah ‘Aliyyah
    26 Tariqah Bakriyyah
    27 Tariqah ‘Abbasiyyah
    28 Tariqah Haddadiyyah
    29 Tariqah Maghribiyyah
    30 Tariqah Ghaibiyyah
    31 Tariqah Hadiriyyah
    32 Tariqah Syattariyyah
    33 Tariqah Bayumiyyah
    34 Tariqah ‘Aidrusiyyah
    35 Tariqah Sanbliyyah
    36 Tariqah Malawiyyah
    37 Tariqah Anfasiyyah
    38 Tariqah Sammaniyyah
    39 Tariqah Sanusiyyah
    40 Tariqah Idrisiyyah
    41 Tariqah Badawiyyah
    42 Tariqah Tijaniyyah
    Sebagai contoh, kami bawakan diantara sejarah dan
    perkembangan ringkas beberapa tariqah yang tercatit di atas
    berupa tariqah yang masih diamalkan sehingga ke hari ini dan
    termasyhur di rantau nusantara ini.
    Tariqah Syaziliyyah
    Nama pendiri tariqah ini ialah Abul Hassan Ali As-Syadzili dalam sejarah keturunannya dihubungkan dengan keturunan
    Sayidina Hassan putera Sayidina Ali Bin Abi Thalib ra. Lahir di
    Amman, salah sebuah desa kecil di Afrika, berdekatan desa
    Mansiyyah, dimana hidup seorang wali Sufi besar, As-Syeikh
    Abul Abbas Al-Mursi, seorang yang namanya tidak asing dalam
    dunia Tasawuf. Kedua-dua desa itu terletak di daerah Maghribi.
    As-syadili lahir pada tahun 573H. Beliau terkenal sebagai
    seorang yang memiliki perwatakan yang baik, wajah yang
    menunjukkan keimanan dan keikhlasan. Warna kulitnya sedang
    serta badannya agak panjang dengan bentuk wajahnya yang agak
    memanjang. Menurut Ibnu Sibagh, bentuk badannya itu
    menunjukkan bentuk seorang yang penuh dengan rahsia-rahsia
    hidup. Menurut Abdul ‘Aza’im pula, As-Syadzili adalah seorang
    yang ringan lidahnya, baik segala ucapannya sehingga segala
    ucapan yang keluar dari mulutnya mengandungi hikmah dan
    pengertian yang besar dan mendalam.
    Tariqah Syaziliyyah dibentuk dengan menisbah kepada nama
    pengasasnya. Ia merupakan tariqah yang silsilahnya sambung-
    menyambung sampai kepada Hassan Bin Ali Bin Abi Thalib ra
    dan terus sampai kepada Rasulullah saw. Salah sebuah tariqah
    yang dikatakan termudah mengenal ilmu dan amal, mengenal
    ahwal dan maqam, ilham dan maqal dengan mudah dapat
    membawa pengikut-pengikutnya kepada jazab, mujahadah,
    hidayah, rahsia dan karamah.
    Menurut kitab -kitabnya, Tariqah Syaziliyyah tidak
    meletakkan syarat-syarat yang berat kepada Syeikh tariqah, kecuali
    mereka harus meninggalkan segala perbuatan maksiat,
    memelihara segala ibadah-ibadah sunnah semampunya, zikir
    kepada tuhan sebanyak mungkin, sekurang-kurangnya seribu kali
    sehari semalam, istighfar sebanyak seratus kali sehari semalam,
    serta beberapa zikir yang lain. kitab Syaziliyyah meringkaskan
    sebanyak dua puluh adab, lima sebelum memulakan zikir. Dua
    belas dalam mengucapkan zikir dan tiga sesudah selesai berzikir.

    Tariqah Qadiriyyah
    Tariqah ini didirikan oleh seorang wali sufi yang agung, As-
    Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani. Beliau seorang yang alim dan
    zahid, diberi gelaran Qutbul Aqtab. Seorang ahli fiqeh Mazhab
    Hambali yang terkenal, kemudian beralih kecenderungannya
    kepada ilmu tariqah dan menyelami alam kesufian. Sejarah
    tentang kehidupan As-Syeikh dengan segala macam karamahnya
    banyak tercatit dalam kitab kitab Manaqib As-Syeikh Abdul
    Qadir Al-Jailani.
    Ibnu Batutah menceritakan bahawa dalam zamannya sudah
    mulai dipergunakan orang tempat melakukan latihan-latihan suluk,
    dan latihan-latihan yang dilakukan di Baghdad itu menurut ajaran-
    ajaran As-Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani. Sehingga dengan
    demikian, ajarannya itu lama kelamaan merupakan satu mazhab
    Sufi dan setiap murid yang telah menamatkan ajarannya sudah
    beroleh ijazah khirqah dan berjanji akan meneruskan dan
    menyiarkan ajarannya itu. Demikianlah diceritakan As-
    Suhrawardi dalam kitabnya ‘Awariful Ma’arif’ yang tertulis pada
    hujung kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazzali.
    Tariqah mula berkembang pada awalnya di tanah Arab. Ali
    Bin Al-Haddad semasa waktu hidup As-Syeikh telah mula
    menyebarkan tariqah ini di Yaman. Muhammad Batha’ berasal
    dari Balbek, pula menyebarkan tariqah ini di Syria. Begitu juga
    Muhammad Al-Yunani terkenal sebagai seorang penyair Tariqah
    Qadiriyyah di Balbek dan juga Muhammad bin Abdus Samad
    yang mewakli As-Syeikh Abdul Qadir sendiri untuk
    mengembangkan tariqahnya di Mesir.
    Demikianlah seterusnya ajaran Tariqah Qadiriyyah
    disebarkan luas ke negara-negara lain. Ke Makkah, Turki, tersiar
    juga ke Afrika Tengah, ke Asia sehingga membawa ke rantau
    nusantara kita ini.
    Tariqah Qadiriyyah mempunyai zikir-zikir, wirid dan hizib-
    hizib yang tertentu. Wirid-wirid Tariqah Qadiriyyah termuat
    dalam kitab ‘Al-Fuyudat Ar-Rabbaniyyah’ karangan Abdullah Bin
    Muhammad Al-Ajami, juga seorang sufi yang alim yang telah
    mencapai umur 183 tahun (527–721 H)
    Pokok dasar Tariqah Qadiriyyah sama banyaknya dengan
    Tariqah Syaziliyyah iaitu terdiri dari lima asas yang penting. Asas
    Tariqah Syaziliyyah itu terdiri dari lima perkara:-
    О Taqwa kepada Tuhan zahir dan bathin
    О Mengikut sunnah dalam perkataan dan perbuatan
    О Menjauhkan diri dari makhluk di depan dan di belakang.
    О Rela terhadap Tuhan dalam pemberiannya yang sedikit
    atau banyak
    О Kembali kepada Tuhan dalam waktu susah dan senang
    Manakala asas pengajaran Tariqah Qadiriyyah pula ada lima
    perkara;
    О Tinggi cita-cita
    О Memelihara kehormatan
    О Memelihara hikmah
    О Melaksanakan maksud
    О Mengagungkan nikmat dan keseluruhan ini semua
    ditujukan hanya kepada Allah swt semata-mata
    Barangsiapa yang cita-citanya tinggi, maka tinggilah
    martabatnya. Barangsiapa yang memelihara kehormatan Allah,
    maka Allah akan memelihara kehormatannya. Barangsiapa yang
    memperbaiki khidmat, maka ianya wajib memperolehi rahmat.
    Barangsiapa berusaha mencapai tujuan dan cita-citanya, maka
    ianya akan selalu memperolehi hidayat. Barangsiapa yang
    membesarkan nikmat Allah bererti bersyukur kepadaNya.
    Barangsiapa bersyukur kepada Allah, akan memperolehi
    tambahan nikmat yang dijanjikan Allah swt.

    Tariqah Rifa’iyyah
    Pengasas Tariqah Rifaiyyah adalah seorang sufi yang bernama
    Rifa’I, pendiri tariqah ini. Tidak banyak lembaran sejarah yang
    menulis tentang riwayat hidp As-Syeikh ini. Begitu juga Ibnu
    Khalikan tidak banyak menulis tentang sejarah hidupnya. Lebih
    banyak diutarakan beberapa catatan mengenai hidupnya dalam kitab tarikh Islam karangan Az-Zahabi, dalam Kitab Tanwirul
    Absar dan juga Qiladatul Jawahir.
    Dari sejarah hidupnya, dapat kita ketahui bahwa tatkala ia
    berumur tujuh tahun, ayahnya meninggalkan Baghdad pada tahun
    419H. Lalu ia diasuh oleh bapa saudaranya Mansur Al-Bathaihi
    yang tinggal di Basrah. Menurut Imam Sya’rani dalam kitabnya
    Lawaqihul Anwar, bapa saudaranya itu adalah seorang Syeikh
    tariqah yang kemudian dinamakan menurut nama Ahmad
    Rifa’iyyah. Ia pernah menuntut juga dari bapa saudaranya yang
    lain, Abul Fadhl Ali Al-Wasithi mengenai hukum-hukum Islam
    dalam mazhab Syafie. Ia belajar dengan giat dalam segala bidang
    ilmu hingga ke umur 27 tahun. Ia mendapat ijazah dari Abul
    Fadhl dan Khirqah dari Mansur, yang telah menetap di Umm
    Abidah dan kemudian meninggal di sana pada tahun 540H.
    Ahmad tidak melepaskan keluarga ini dan banyak bergaul dengan
    anak-anak Mansur yang kesemuanya ahli tariqah.
    Tariqah Rifaiyyah ini yang pada awal-awalnya bermula di Iraq,
    kemudian tersiar luas ke Basrah, sampai ke Damshiq dan Istanbul
    di Turki. Cabang-cabangnya yang terdapat di Syria ialah Hariyah,
    Sa’diyah dan Sayyadiyah. Cabangnya yang terdapat di Mesir pula
    ialah Baziyah, Malikiyah dan Habibiyah. Cabang Sa’diyah di
    Syria didirikan oleh Sa’duddin Jibawi (wafat 1335H) yang
    bercabang pula, masing-masing didirikan oleh Abdus Salamiyah
    dan Abdul Wafaiyah, Hariri cabang di Syria (wafat 1247 H).

    KESIMPULAN
    Keperibadian manusia telah disemai sebagai sebaik-baik
    penciptaan yang Allah swt mengutamakan atas segala penciptaan
    yang lain. Kecemerlangan penciptaan yang dinamakan insan ini
    memerlukan panduan yang sebaik-baiknya baik mengharungi
    buaian gelora dunia. Tujuannya tiada lain melainkan supaya
    insan ini akan pulang ke pangkuan Tuhannya dalam keadaan
    sebaik-baiknya sepertimana keadaannya ketika dalam mula-mula
    kejadian. Dengan motif mencapai kesempurnaan disisi Allah
    inilah, ilmu Tasawuf dan jalan Tariqah, para sufi mengutamakan.
    Tiada lain melainkan keredhaan Ilahi yang diharapkan, supaya
    kepulangannya membawa kepada pengucapan salam dari
    Penciptanya.
    Dengan ini kami akhiri pembentangan suatu khazanah Islam
    yang unggul ini dengan harapan ianya menjadi wasilah bagi
    mencerminkan segelintir isi kandungan yang terkandung didalam
    ilmu yang besar ini. Semoga ianya menjadi alat bagi
    mendatangkan fahaman kepada ajaran Tasawuf dan Tariqah.
    Dengannya kami mengharapkan maghfirah dan hasanah dari Sang
    Pencipta, yang menjadi tujuan atas segala tujuan


    sumber:http://teosufi.multiply.com/journal/item/297


    EmoticonEmoticon

    LinkWithin

    Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...